-->

Iklan

Sejarah 10 November Menjadi Hari Pahlawan

Editor
Minggu, 10 November 2013, November 10, 2013 WIB Last Updated 2017-08-21T15:41:57Z
masukkan script iklan disini
masukkan script iklan disini
Peristiwa 10 November

merupakan peristiwa sejarah perang antara  Indonesia dan Belanda. Pada 1 Maret 1942,
tentara Jepang mendarat di Pulau Jawa, dan tujuh hari kemudian, tepatnya, 8 Maret,
pemerintah kolonial Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Sejak itu, Indonesia
diduduki oleh Jepang. 
  Tiga tahun kemudian, Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu setelah dijatuhkannya bom atom (oleh Amerika Serikat) di Hiroshima dan  Nagasaki. Peristiwa itu terjadi pada Agustus 1945. Mengisi kekosongan
tersebut, Indonesia kemudian memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945.
Sebelum dilucuti oleh sekutu, rakyat dan para pejuang Indonesia berupaya melucuti senjata para tentara Jepang. Maka timbullah pertempuran-pertempuran yang memakan
korban di banyak daerah. Ketika gerakan untuk melucuti pasukan Jepang sedang berkobar, tanggal 15 September 1945, tentara Inggris mendarat di Jakarta, kemudian mendarat di Surabaya pada 25 Oktober. Tentara Inggris didatangkan ke Indonesia atas keputusan dan atas nama Sekutu, dengan tugas untuk melucuti tentara Jepang, membebaskan para tawanan yang ditahan Jepang, serta memulangkan tentara Jepang ke negerinya. Tetapi, selain itu, tentara Inggris juga membawa misi mengembalikan  Indonesia kepada pemerintah Belanda sebagai jajahannya. NICA (Netherlands
Indies Civil Administration) pun membonceng.

  Itulah yang meledakkan kemarahan rakyat Indonesia di mana-mana. Di Surabaya, dikibarkannya bendera Belanda, Merah-Putih-Biru, di Hotel Yamato, telah melahirkan  Insiden Tunjungan, yang menyulut berkobarnya bentrokan-bentrokan bersenjata
antara pasukan Inggris dengan badan-badan perjuangan yang dibentuk oleh rakyat.
Bentrokan-bentrokan bersenjata dengan tentara Inggris di Surabaya, memuncak dengan
terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, (pimpinan tentara Inggris untuk Jawa Timur),
pada 30 Oktober.

  Setelah terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, penggantinya (Mayor Jenderal Mansergh) mengeluarkan ultimatum yang merupakan penghinaan bagi para pejuang dan rakyat umumnya. Dalam ultimatum itu disebutkan bahwa semua pimpinan dan orang Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkan senjatanya di tempat yang ditentukan dan menyerahkan diri dengan mengangkat tangan di atas. Batas ultimatum adalah jam 6.00 pagi tanggal 10 November 1945. Ultimatum tersebut ditolak oleh Indonesia. Sebab, Republik Indonesia waktu itu sudah berdiri (walaupun baru saja diproklamasikan), dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) sebagai alat negara juga telah dibentuk. Selain itu, banyak sekali organisasi perjuangan yang telah dibentuk masyarakat, termasuk di kalangan pemuda, mahasiswa dan pelajar. Badan-badan perjuangan itu telah muncul sebagai manifestasi tekad bersama untuk membela republik yang masih muda, untuk melucuti pasukan Jepang, dan untuk menentang masuknya kembali kolonialisme Belanda (yang memboncengi kehadiran tentara Inggris di Indonesia).

  Pada 10 November pagi, tentara Inggris mulai melancarkan serangan besar-besaran dandahsyat sekali, dengan mengerahkan sekitar 30 000 serdadu, 
50 pesawat terbang, dan sejumlah besar kapal perang. Berbagai bagian kota Surabaya dihujani bom, ditembaki secara membabi-buta dengan meriam dari laut dan darat. Ribuan penduduk menjadi
korban, banyak yang meninggal dan lebih banyak lagi yang luka-luka. Tetapi, perlawanan
pejuang-pejuang juga berkobar di seluruh kota, dengan bantuan yang aktif dari penduduk.
Pihak Inggris menduga bahwa perlawanan rakyat Indonesia di Surabaya bisa ditaklukkan
dalam tempo 3 hari saja, dengan mengerahkan persenjataan modern yang lengkap, termasuk pesawat terbang, kapal perang, tank, dan kendaraan lapis baja yang cukup banyak. Namun di luar dugaan, ternyata para tokoh- tokoh masyarakat yang terdiri dari kalangan ulama’ serta kiyai-kiyai pondok jawa seperti KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hasbullah serta kiyai-kiyai pesantren lainnya mengerahkan santri-santri mereka dan masyarakat umum (pada waktu itu masyarakat tidak begitu patuh kepada pemerintahan tetapi mereka lebih patuh dan taat kepada para kiyai)juga ada pelopor muda seperti bung tomo dan lainnya. sehingga perlawanan itu bisa bertahan lama, berlangsung dari hari ke hari, dan dari minggu ke minggu lainnya. Perlawanan rakyat yang pada awalnya dilakukan secara spontan dan tidak terkoordinasi, makin hari makin teratur. Pertempuran besar-besaran ini memakan waktu sampai sebulan, sebelum seluruh kota jatuh di
tangan pihak Inggris.

  Peristiwa berdarah di Surabaya ketika itu juga telah menggerakkan perlawanan rakyat di
seluruh Indonesia untuk mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan.  Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat yang menjadi korban ketika itulah yang kemudian dikenang sebagai Hari Pahlawan. 

Sumber : sejarah
Komentar

Tampilkan

Terkini

NamaLabel

+